Jumat, 17 Januari 2014

nasi goreng untuk ayah

"DANCOK ! nasi goreng apaan ini ? dia melempar piring itu ke badanku.hingga terkena kaki bagian depanku.ku berjongkok untuk membersihkan piring yang pecah itu.padahal ini nasi goreng spesial yang ku buat untuk ayah.di posisi itu kulihat sebuah bayangan yang semaki mendekat.praak ! tamparan melayang di pipiku.kepalaku terbentur oleh meja di sebelahku.aku limbung,semua serba putih.kulihat ibu tersenyum padaku .perfect
______________________________________________________________________
sinar mentari menerobos di celah celah dinding bambu kamarku.aku segere mengambil tas untuk pergi sekolah.kulihat ayah masih asik dengan sepeda bututnya.aku segera kedapur untuk menyiapkan sarapan pagi untuk ayah.hanya nasi goreng dan kopi yang bisa ku buat hari ini


Nanti pulang jam berapa?”, tanya ayah, sambil meminum kopi buatanku.

“Seperti biasa yah”, aku masih sibuk dengan nasi goreng di piringku.

“Kalau begitu, ayah jemput ya, nanti sepulang kamu sekolah, ayah ajak jalan-jalan ke kota”, katanya sambil tersenyum. Aku mengangguk dengan semangat. Jarang-jarang ayah bisa tersenyum di pagi hari. Apalagi sampai berencana menngajakku ke kota. Sudah setahun lebih aku tidak pergi keluar rumah, hanya sekedar untuk jalan-jalan. Kulihat tangganya mulai memegang sendok di depannya, sambil mengangkat piring nasi goreng buatanku tadi. Ketika bibirnya mulai menyentuh pucuk sendok itu, dan sedikit mencicipi nasi goreng buatanku di dalamnya, raut wajahnya berubah drastis. Pandangannya teralih pada piring yang dia pegang. Aku sudah tahu apa yang harus kulakukan.

“Piepid22qAZSEAW1qa`a  !!, kan sudah ayah bilang, kalau bikin nasi goreng itu, garamnya sedikit aja, lupa ya”, keluhnya seketika, senyum di wajahnya mulai memudar. Aku segera beranjak dari tempat dudukku. Kubawa piring nasi goreng  itu ke tempat cucian piring, dan segera kubuatkan nasi goreng yang baru. Kulihat benda merah yang melilit tanganku, disana sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih lima belas menit. Aku gugup membuat nasi goreng ini, dan ayah mulai meneriaku dari meja makan. baju putih abu abu hampir ketumpuhan minyak panas penggorengan, untung aku segera menghindar, dengan mundur ke belakang.

“Piepid !!!!! Mana kopi ayah!!!”, tanganku nampaknya enggan berhenti bergetar mengaduk nasi goreng ini. Jangankan tangan, jantungku pun ikut bermaraton, jika mendengar ayah mulai berteriak seperti itu
.
“Heh, kamu ya, dasar anak setan! Mana cepet, bawa sini!!!!”, tanpa kusadari ayah sudah berada di belakangku, sambil berkacak pinggang. Matanya melotot ke arahku seperti mau keluar. Tiba-tiba ayah menyambar nasi gorenh yang sedang ku aduk, lalu langsung di taruh sendiri di piringnya.

Beginilah, pemandangan rumahku. Ayah mulai suka lupa diri, semenjak ibu pergi meninggalkan kami. Kanker hati yang menggerogoti, tak mampu mebuatnya hidup lebih lama lagi. Jelas nasi goreng buatan ibu lebih nikmat daripada nasi goreng buatanku sendiri. Itulah penyebab, ayah suka uring uringan setiap pagi. Entahlah, aku juga tak tahu. Tetapi anehnya, kejadian seperti ini hanya terjadi di pagi hari. Malam hari kami baik baik saja, malah terkadang kami menghabiskan malam dengan menonton berbagai sinetron bersama

“Cookk !!! nasi goreng apaan ini??!!”, ia melemparkan piring  itu, hingga mengenai dinding. Dengan kasar, ayah menarik baju seragamku, dan menghimpitku ke tembok. Nafasku dan nafasnya sama-sama memburu. Wajahku mulai memerah. Aku sesak nafas mendadak. namun ayah semakin menekan tubuhku ke dinding. Aku limbung, semuanya serba putih. Kulihat ibu tersenyum padaku. Perfect.

Seharusnya besuk pagi, ayah tak perlu marah-marah lagi. Tentang nasi goreng yang selalu membuatnya semakin darah tinggi. Sebab di pagi ini adalah sepiring nasi goreng buatanku, yang dinikmatinya untuk terakhir kali.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar