Jumat, 04 Juli 2014

Si burung pipit




“Sudah. Di sini saja kita parkirkan mobilnya.” Ucap ketua rombongan yang membawa para pemburu ke hutan.
“Bukankah hutan yang menjadi tempat buruan kita masih jauh?” Keluh salah seorang pemburu yang ikut dalam rombongan.
“Ssss… Jangan banyak bicara! Nanti suara kita bisa terdengar oleh mereka.
“Mereka? Maksud kamu binatang buruan?” Mana mungkin binatang-binatang itu mendengar suara kita, sedangkan mobil kita saja belum mendaki. Masih berada di kaki gunung!” Tangkis salah satu dari anggota rombongan yang berburu.

Ketika akan melangkah ke dalam hutan, ternyata salah seorang dari mereka masih ada yang belum mengerti. Mau memburu apa sih sebenarnya? Karena tak biasanya meninggalkan mobil dengan jarak yang jauh.
Sejenak mereka terdiam, dan berdebat cukup alot. Lantaran di antara mereka masih ada yang belum sepaham akan misi mereka yang sesungguhnya.
“Sudah… Sudah. Ayo kita jalan! Bawa semua perlengkapan kita, jangan sampai ada yang tertinggal didalam mobil!” Potong sang ketua rombongan menengahi mereka yang berselisih.
Akhirnya salah seorang anggota pemburu yang belum mengerti ini di jelaskan oleh ketua rombongan, dengan singkat akhirnya mereka mengerti apa saja yang akan di kerjakan selama di dalam hutan.
Para pemburu rupanya tak sadar. Kalau yang mereka bicarakan tadi, ternyata di dengar oleh seekor burung Pipit yang sedang mencelok di ranting pohon.
Burung Pipit pun sontak kaget, kala mendengar isi pembicaraan mereka. Jantungnya berdebar. Entah kegembiraan yang di rasakan atau ketakutan kah yang ia rasakan? karena begitu paniknya. Burung Pipit pun segera membalikkan badan dan meninggalkan para pemburu hutan.
Dalam hatinya terbesit. “Kalau begitu, aku harus segera menyampaikan hal ini kepada Raja hutan.” Dengan cepatnya burung Pipit membentangkan sayapnya. Lalu terbang menuju istana kerajaan.
Dengan kepakan sayap yang sangat cepat. Tibalah sang Pipit di halaman istana kerajaan. Tanpa sepengetahuan burung Pipit, rupanya gerak-geriknya terpantau oleh penjaga pintu kerajaan.
“Ada keperluan apa kau ke istana?” Tanya ketus penjaga pintu kerajaan.
Ketika di tanya seperti itu. Burung Pipit seakan tertikam oleh pertanyaan. Wajah pucatnya mulai menaik. Mulutnya sedikit kaku. Bicarapun terbata-bata.
“Aku…” Ucapanya dengan terbata-bata.
“Hai!” Gentak penjaga pintu kerajaan.
Sang Pipit terdiam. Tertunduk. Dan sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. Mulutnya perlahan terbuka.
“Aku membawa kabar gembira untuk sang Raja!!!” Mohon izinkanlah aku untuk bertemu dengan Rajaku.” Desak sang Pipit dengan penuh rayu.
“Kabar gembira?” Tanya penasaran si Penjaga pintu kerajaan. Matanya mendelik tajam. Sambil memperhatikan penampilan burung Pipit.
“Ya, benar. Aku membawa kabar gembira.” Dengan singkat burung Pipit menjawab sambil memanggutkan kepalanya berulang-ulang.
si Penjaga pintu kerajaan pun segera masuk ke dalam istana untuk menyampaikan hal ini kepada sang Raja hutan.
Tak lama setelah itu, si Penjaga pintu kerajaan kembali menemui burung Pipit.
“Aku telah menemui sang Raja. Dan kau di perbolehkan masuk ke istana.” Tutur si Penjaga pintu kerajaan.
Burung Pipit pun kembali melanjutkan penerbangannya. Penerbangan ia kali ini berbeda dengan hari biasanya, kali ini ia meluncur ke dalam istana dengan cepat. Secepat kilat. Sampai-sampai petugas pintu kerajaan kehilangan jejaknya, padahal baru saja berada dan sedang berbincang dengannya.
Burung Pipit hatinya berselimut dengan dua kegembiraan. Pertama ia mendapatkan informasi dari para pemburu, kedua ia gembira karena sebentar lagi akan berhadapan dengan sang Raja hutan yang selama ini sulit ia temui secara langsung.
Beruntung sekali burung Pipit, karena ketika ia masuk ke dalam istana kerajaan, sang Raja hutan sedang mengadakan pertemuan dengan para pembesar kerajaan dan para mentrinya.
“Ah… Kebetulan sekali. Jadi informasi yang akan aku sampaikan kepada sang Raja, bisa terdengar juga oleh para pembesar kerajaan hutan yang lain.” Desus-desus kecil yang terpecik dari hati burung Pipit.
Dengan badan berdiri tegap. Dan bersura lantang. Sang Raja hutan bertanya kepada burung Pipit.
“Apakah benar kedatanganmu akan menyampaikan kabar gembira kepadaku?” Tanya sang Raja.
“Kabar apakah itu?” lanjut sang Raja.
“Banar, Raja.” Sahut burung Pipit sambil menunduk.
“Sampaikanlah kabar gembira itu kepadaku.” Pinta sang Raja.
“Wahai Raja, aku tadi mendengar pembicaraan dari para pemburu hutan. Bahwa kedatangan mereka ke hutan ini, tidak akan lagi memburu kita.” Tutur burung Pipit dengar tersendat-sendat.
Meskipun burung Pipit mendengarnya langsung dari para pemburu hutan, namun tak semua dari para pembesar kerajaan mempercayai apa yang disampaikan oleh burung Pipit. Oleh karenanya, banyak lemparan tanya balik yang di utarakan oleh para pembesar kerajaan.
“Wahai Raja, aku tidak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh burung Pipit. Ia pasti berdusta!” cetus Gajah, dengan angkuh memotong pembicaraan burung Pipit.
“Betul, Raja. Ia pasti berdusta kepada kita!” samber para pembesar kerajaan yang lain.
sang Raja pun terpancing suasana. Akhirnya mengikuti seruan mereka.
“Keluar sana! Karena apa yang kau sampaikan itu bukanlah kabar gembira untukku!” Tegas sang Raja.
“Sebelum penjagamu mengusirku dari istana. Izinkanlah aku untuk bicara melanjutkan apa yang tadi aku sampaikan.” Burung Pipit memohon pada sang Raja untuk melanjutkan apa yang ia ketahui tentang kondisi hutan saat ini.
“Untuk kali aku izinkan kau bicara.” Perintah sang Raja.
“Terimakasih, Raja.” Sahut sang Pipit.
Setelah mendapat belas kasihan dari sang Raja, burung Pipit pun kembali menarik napasnya, dengan harapan apa yang ia ucapkan terasa jelas dan di mengerti oleh Raja, karena ini adalah kesempatan ia yang terakhir.
“Wahai Raja.” Ulangnya. “Bahwa kedatangan para pemburu ke hutan ini tidak untuk memburu kita, tetapi mereka akan memburu sesama mereka.”
sang Raja tersentak kaget saat mendengarnya, lalu berdiri sang Raja dari kursinya.
“Apa?”
“Sesama mereka?” Lanjutnya.
Kali ini dialog burung Pipit dengan sang Raja, terlihat hidup. Dan saling timbal-balik mengumpan tanya.
“Maksudku, mereka sudah tidak lagi memburu kita, tetapi yang mereka buru sekarang adalah lahan hutan, karena mereka mengetahui betul dengan menguasai hutan ini maka mereka akan memperoleh kekayaan yang melimpah. Sehingga mereka beralih untuk memperebutkan lahan hutan, bahkan mereka bisa menghalalkan segala cara untuk memperolehnya. Jika mereka beroperasi kemudian ada yang menghalangi mereka, maka membunuh adalah pilihan final mereka.”
“Berarti sasaran buruan mereka telah pindah. Tidak lagi memburu hewan-hewan yang ada di hutan?” Tanya sang Raja yang masih penasaran.
“Ya, benar Raja.” Ucap senang burung Pipit karena sang Raja sedikit mengerti apa yang ia sampaikan.
“Apakah Raja percaya dengan semudah itu?, Aku sendiri masih tak percaya apa yang ia katakan.” Ucap Gajah yang mencoba menghalangi Raja agar tak percaya dengan ucapan burung Pipit.
Raja pun terdiam. Terlihat kebimbangan di raut wajahnya. Burung Pipit pun yang membawa kabar, mengalami hal yang sama. Diam tertunduk di hadapan raja dan para pembesar kerajaan yang lain.
Burung Pipit kebingungan, karena sang Raja masih juga belum percaya informasi yang ia sampaikan. Terlihat pula dari wajah-wajah para pembesar kerajaan. Ada yang terlihat tegang saat burung Pipit bicara kepada Raja. Bahkan ada pula yang acuh sama sekali, tak peduli dengan apa yang di sampaikan oleh burung Pipit. Tetapi burung Pipit tak putus asa untuk berusaha meyakinkan kepada sang Raja dan pembesar kerajaan, bahwa para pemburu yang telah memasuki hutan memang sudah tidak lagi memburu mereka.
Di saat burung Pipit terjepit, karena tak ada lagi cara untuk meyakinkan Raja. Tiba-tiba datanglah seekor Cacing dengan tertatih-tatih merayap. Kemunculannya langsung menembus permukaan istana kerajaan. Tepat di tengah perkumpulan yang di adakan oleh Raja.
“Ya… Aku pun mendengar, pembicaraan para pemburu hutan. Mereka berbicara di atas lahan yang kutinggali, sehingga telinggaku mendengarnya.” Ucap lantang Cacing membantu burung Pipit meyakinkan sang Raja dan para pembesar kerajaan.
Kedatangan Cacing, akhirnya membuat sang Raja percaya akan ucapan burung Pipit. Begitupun dengan para pembesar kerajaan.
“Ini artinya, kerajaan yang sedang aku emban ini akan selalu aman. Karena tak ada lagi para pemburu yang akan menewaskan kita, sehingga kita bisa memperbanyak keturunan kita di dalam hutan ini. Kalau begitu, aku akan memberikan kalian berdua hadiah, karena telah membawa kabar gembira untukku.” Ucap sang Raja sambil menggeram karena rasa kegembiraannya.
“Penjaga!” Panggil sang Raja.
“Kau siapkan hadiah dan pesta besar untuk rakyat. Buat semeriah mungkin pesta kita ini!” Perintah sang Raja.
“Baik, Raja” sahut sang penjaga.
Ketika sang Raja dan para rakyat sedang bersenang ria, karena tak ada lagi yang memburu mereka. Di tengah kegembiraan itu, burung Pipit kembali berbisik tanya kepada sang Raja.
“Wahai Raja, Aku pun senang sepertimu merayakan kegembiraan ini. Karena tak ada lagi yang memburu kita, sehingga kita bisa memperbanyak keturunan kita di hutan ini. Sementara hutan-hutan yang menjadi tempat kita berteduh dan berkembang biak ini sudah semakin gundul dan berkurangnya populasi di dalamnya. Lalu aku ingin bertanya kepadamu, apakah kau bisa menjamin kalau kita akan selalu berada di dalam hutan ini? Tanya burung Pipit dengan cemas.
“Apa yang kau ucapkan benar.” Sahut sang Raja. Sang Raja hutan hanya membenarkan ucapan sang Pipit, namun pertanyaan burung Pipit belum ia jawab. kemudian sang Raja hutan pun memalingkan wajahnya dari burung Pipit, terlihat sekali dari wajahnya terbebani dengan pertanyaan burung Pipit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar